Sunday 11 October 2015

Pengalamanku dengan Pos Indonesia

Bukan. Bukan jualan kok. Melainkan pengalaman saya saat menerima kiriman dari teman-teman dari negeri tetangga. Singkatnya, 98% mengecewakan. Ini bukanlah surat terbuka. Hanya keluhan saya yang semoga saja bisa didengarkan dan dipertimbangkan untuk kemajuan Pos Indonesia, daripada hanya memberikan konsumennya tanggapan seperti:

Contact Center PT Pos Indonesia (Persero) <no-reply@posindonesia.co.id>

 
Yth. Bapak/Ibu,

Terima kasih atas kepercayaan Bapak/Ibu kepada PT Pos Indonesia (Persero). Email Bapak/Ibu tentang Permintaan Informasi Kualitas Pelayanan telah kami terima dan akan segera kami tindaklanjuti.

Untuk informasi seputar produk dan layanan PT Pos Indonesia (Persero) dapat diakses melalui http://www.posindonesia.co.id atau menghubungi Layanan Phone Banking 24 Jam POS Call 161 atau melalui ponsel di (021) 161.

Hormat Kami,
Contact Center PT Pos Indonesia (Persero)

Website: http://www.posindonesia.co.id
Twitter: @posindonesia
Facebook: posindonesia



Kepada
Yth.  PT Pos Indonesia (Persero) dan Pihak Bea Cukai
               
                Sebagai salah satu layanan masyarakat yang sangat berguna, Pos Indonesia dapat dibilang sebagai jasa pengiriman yang murah. Akan tetapi, kenapa harga murah itu justru juga dibarengi dengan pelayanan yang  murah pula?
Saya adalah salah satu pelanggan Anda. Akhir-akhir ini saya sering menggunakan jasa Pos Indonesia untuk mengirim dan menerima kiriman hadiah dari teman di luar negeri, dan itu hanya Malaysia, yang jaraknya tidak terpisah oleh lautan dan samudra.  Akan tetapi, seringkali saya mendapatkan pengalaman yang mengecewakan.

Pengalaman pertama saya yaitu pada awal tahun 2014 tepatnya bulan Januari. Saya mendapatkan kiriman dari Singapura, dengan non-tracking service. Saya maklum jika itu sampai satu bulan kemudian. Namun perkiraan saya salah. Barang baru saya terima tiga bulan kemudian pada bulan April. Itu pun dengan pengalaman yang kurang mengenakan. Pengirim telah mencantumkan alamat lengkap saya beserta nomor HP. Saat kurir datang waktu itu, tidak ada yang bisa menerima, dan saya tidak mendapatkan pesan apapun dari sang kurir. Setidaknya mereka dapat meninggalkan pesan, bukan? Tidak mengapa jika saya harus mengambilnya di kantor pos. karena tempat saya tinggal tidak jauh dari Pos. Hanya saja, bagaimana jika tidak ada yang memberitahu saya bahwa ada pos untuk saya? Barang saya bisa saja hilang karena tidak kunjung di-klaim. Selain itu, saya menerima kiriman saya dalam kondisi yang… uhh..Hanya dibungkus plastik segel setelah paket saya dirobek pembungkusnya dan disegel oleh pihak Bea Cukai. Saya membayar 8 ribu dan biaya pengiriman untuk melihat paket saya dirusak. Saya hanya dapat bersyukur bahwa isinya tidak rusak. Kalau rusak, mungkin akan diganti, tapi tidak seberapa. Selain itu, makna dari kiriman itu yang tidak bisa digantikan begitu saja dengan uang.

Pengalaman kedua, saya menerima dan mengirim surat tertutup berperangko dari Malaysia. Satu minggu sampai. Terima kasih tidak menghilangkan surat saya. Ya, saya sudah melebihkan perangkonya, masa mau hilang? Namun cukup mengecewakan saat surat kedua saya sampai sebulan kemudian. Yah, hanya bisa bersabar, mungkin karena ini perangko.

Pengalaman berikutnya adalah saat saya menerima paket dari teman saya di Malaysia, tepatnya Kuala Lumpur. Saya mendapat hadiah tahun baru. Berupa mainan dan gambar dia. Beruntung teman saya itu sudah tahu siasat mengemas. Jadi, meski paketan saya dirobek amplop cokelatnya dengan tidak ramah setelah beberapa bulan baru sampai, dan disegel begitu saja dengan solasi tanda pengecekan dari Bea Cukai, isi dalamnya aman. Yang mengkhawatirkan adalah paketan berikutnya.

Dari teman saya yang lain, kali ini dari Kuantan, saya mendapat hadiah lagi. Kali ini hanya seminggu. Ya karena yang ini memakai jasa EMS.  Meski EMS, tetap saja mengecawakan. Amplot cokelatnya lagi-lagi dirobek asal-asalan, dan kemasan dalamnya disayat asal-asalan dengan silet juga. Saya sedih. Bagaimana jika isi dalamnya rusak? Plastik pembungkus itu hanya disteples oleh si pengirim dan mereka bisa saja membukanya dari situ, lalu steples atau solasi saja. Aman. Namun tidak.

Pengalaman yang paling baru adalah paketan yang dikirim oleh teman saya dari KL. Dia mengirim bulan Juni awal, dan sampai kini belum ada kabarnya. Saya sempat ke kantor post Hari Selasa lalu, dan belum ada tanda-tanda.  Saat saya tanya, kira-kira sampai kapan ya, pak? Petugasnya hanya menjawab, “Tidak tahu, ya”.

Saya hanya bisa pasrah, karena itu memang non-tracking. Namun, sebegitu burukkah pelayanannnya hanya karena kami memilih yang lebih murah? Jika tidak dapat memberi kepastian sampai berbulan bulan, bahkan hampir setengah tahun seperti ini, kenapa pelayanan itu masih diadakan? Masih lebih baik jika dari pihak jasa pengiriman memberikan estimasi 3-4 bulan untuk non-tracking. Jadi lebih jelas. Lebih enak.

Saya mohon dengan sangat. Sebagai jasa pengiriman yang katanya bersahabat dengan rakyat, jangan jadikan harga murah sebagai alasan untuk jasa yang mengecewakan.  Banyak dari paket kiriman yang diamanahkan pada Anda adalah barang yang berharga, yang uang seringkali tak dapat menggantikannya. Saya bersedia membayar lebih untuk kepastian daripada digantungkan tidak jelas sepeerti ini. 

Sekian, dan terima kasih.
Read More

Monday 29 June 2015

Tentang Bendera Pelangi yang Sedang Berkibar di Amerika

Amerika telah melegalkan pernikahan sesama jenis beberapa hari lalu, yang akhirnya membuat mereka memiliki perlindungan hukum dan pernikahannya diakui.

Banyak pro dan kontra menyusul datangnya berita suka dan duka ini. Bagi mereka yang membenci LGBT (Lesbian, Gay, Bi, Transgender), adalah berita duka. Sedangkan ini adalah berita bahagia bagi mereka yang mendukung.

Dua hal yang kontras mengalir di timeline akun sosial media saya. Ada yang memposting kiriman dengan nada-nada benci dan menyalahkan, namun banyak yang merayakannya dengan mengubah profile picture mereka dengan gambar pelangi.

Sebelum saya melanjutkan post ini, saya menegaskan bahwa saya adalah pihak netral dalam hal ini. Dalam hal ini, berarti saya tidak mendukung, tidak pula membenci. Saya netral dengan berpegang pada kepercayaan saya; “agamamu adalah agamamu, agamaku adalah agamaku.” 

Mari sebelumnya saya juga pertegas dulu kalau ini bukan ajang dakwah, atau ajang debat masalah agama. Blog ini adalah blog umum, yang isinya beragam. Jika Anda ingin berdebat, silahkan ke forum yang lebih layak, atau face to face. Jadi, saya akan melepas kacamata agama di postingan ini.
Karena saya nggak pinter nyusun paragraph runtut, maka saya akan menuliskan seperti bentuk tanya jawab saja.

-          Anda tidak marah, dengan dilegalkannya pernikahan sesama jenis di Amerika? Ini tanda-tanda akhir zaman nih!

Terlepas dilegalkannya keputusan ini di US sana atau tidak, kita memang sedang ada di akhir zaman, yang tanda-tandanya sudah diprekdisikan dari zaman kita belum dirancang. Jika memang ternyata ada dan terjadi, yang berarti sudah takdirnya, kan? Toh, akhir zaman adalah salah satu takdir yang tidak dapat dirubah. Sudah paten datangnya, jadwalnnya. Manusia tidak ada yang tahu kapan dan bagaimana. Kita hanya bisa melihat tanda-tandanya.

-          Ini mengulang zamannya kaum nabi Luth, kaum Sodom!

Terus? Apakah Anda takut terkena laknat-Nya padahal Anda tidak ikut-ikut? Anda meremehkan Yang Maha Tahu? Apakah nabi Luth terkena azab setelah beliau mencoba menyadarkan mereka? Nggak, kan? Kalau Anda takun, jangan. Ada yang Maha Mengetahui. Kalau Anda sudah berusaha menasehati (bukan memaki), tapi mereka tak mau mendengar, tinggalkan. Jika Anda memaki mereka, maka Anda salah. Jangan nodai kepercayaan kita dengan membuatnya terlihat seolah memaksa, menuntut. Beritahukan pelan-pelan, dengan pengertian, bukan dengan kekerasan hati. Apakah Nabi Luth  dulu memaki mereka? Beliau hanya berdakwah. Bahkan sebagai nabi, beliau tidak memaksa dengan kekerasan hati, masih dengan baik hati dan tidak ada kekerasan.

-          Anda mendukung homoseks, ya?!

Tidak. Saya tidak mendukung. Saya malah tidak suka dengan adanya kejadian ini, namun saya tidak akan mengumbar benci yang tak ada gunanya. Saya punya teman dari luar negeri sana. Baik sekali. Kami bertemu di room chatting, tapi sudah saling berkirim surat dan hadiah. Usut punya usut ternyata dia Bi. Pernah satu kesempatan saya tahu dia memiliki pacar, perempuan. Saya kaget. Tapi dia teman baik. Saya bilang:

Sorry, I can't congrat you, but as long as you’re happy, then it’s fine.

“Maaf. Aku tidak memberi selamat, tapi kalau kamu senang, ya sudahlah.”

Kenapa saya tidak memberi selamat atas jadiannya dia, padahal kami teman baik? Karena saya tidak mendukung terjadinya itu. Kenapa saya tidak marahi dia dan menceramahi dia? Karena saya juga memiliki tenggang rasa, yang hidup dengan paham bhinneka tunggal ika. Nggak tahu artinya? Balik sana ke SD.

Saat saya bilang seperti itu, teman saya paham. Dia tidak marah pada saya karena bilang seperti itu. Selanjutnya, sebagai upaya terselubung, setelah dia putus sama cewenya, saya mencoba untuk menggoda dia untuk mencari cowo. Inilah salah satu kebahagiaan saya berteman dengan teman-teman dari lintas agama, daerah, dan budaya. Mata saya jadi lebih terbuka, jika dunia ini bukan milik satu kaum semata.

Duh, jadi rada serius yah? Yuk lanjut yang lebih ringan. xD Selanjutnya adalah debat yang menyangkut kesukaan saya dan yang lain, yang barangkali memiliki pandangan sama.

-          Fujoshi itu penyuka yaoi, kalau nggak mendukung LGBT, munafik dong!

Darimana itu teorinya? Yaoi 2D dan gay di dunia nyata itu beda. Menyukai yaoi, tidak berarti harus mendukung yang di dunia nyata. Sama aja kaya gini dong, “Kamu suka lagunya Sirine (disamarkan, red.), tapi nggak kenal dan nggak suka penyanyinya?!” Iya, nggak? Memang kenapa kalau cuma suka lagunya aja, tapi nggak suka penyanyinya? Dosa? Ada gitu, kewajiban buat kudu suka sama penyanyinya kalau suka lagunya?

Alasan menyukai yaoi pun tidak ada sangkut pautnya dengan dukungan terhadap gay. Kenapa suka Yaoi? Karena romancenya lebih dalam dari komik-komik shoujo yang itu-itu saja konfliknya. Cowo suka cewe, cewenya disukai cowo lain dan bla bla bla. Pokoknya itu lah standarnya. Sudah bisa ditebak dari awal halaman. Bosan saya. Pingin cari yang unik dan beda. Tapi kalau roamance straight yang bagus, ya tak apa. Buktinya saja, saya masih bisa menikmati romance straight, dan memiliki pair straight. Saya loh, meski suka yaoi, tidak sreg kalau lihat live action BL. Nggak tau kenapa, beda aja feelnya. Mungkin karena memang saya nggak ngedukung itu tadi. Aneh kan? Ya aneh! Tahu apa kita soal perspektif orang? Kita cuma doyan men-judge, tanpa melihat dari sisi lain.

Kami bukan munafik, hanya karena tidak mendukung LGBT, padahal seorang penyuka tipe yaoi/yuri. Ini masalah kesukaan saja, semata hiburan.

Terlepas dari masalah mendukung atau tidak, memang benar dalam kejadian ini juga ada ironinya dan hal yang disayangkan.

Mereka yang menuntut kesetaraan, malah hobi menghakimi dan memukul rata yang tidak tahu apa-apa. Saya yang sempat mengunjungi atau melihat di beberapa tempat, mereka malah merendahkan dan menyudutkan orientasi straight atau heteroseksual.



Contoh kecilnya saja, gambar ini. Pride flag? Apanya yang pride flag. Mereka terlihat jelas hanya mengolok yang berorientasi hetero. Lihatlah pada gambar heteroseks. Abu-abu? Membosankan mereka bilang? Kenapa yang heteroseks disudutkan, hanya karena kesalah beberapa orang ekstrimis yang membenci kalian? Kenapa memang kalau jadi heteroseks? Saya kasihan dengan kalian yang menuntut kesetaraan orientasi seksual, tapi malah menyudutkan salah satu golongan. Jadi buat kalian, heteroseks, atau straight itu, jelek? Salah? Berorientasi straight nggak se abu-abu itu kok. Tolong jangan rendahkan yang lain, hanya karena kalian ingin dilihat tinggi. Miris. Ironi.
Selain itu, saya sudah sering melihat, alasan mereka tidak mau menikah dengan lawan jenis adalah karena tidak ingin memiliki keturunan. Merepotkan. Tidak semua, hanya beberapa. Itulah yang disayangkan. Saya juga pernah mendengar dari teman saya (yang lain), yang memang seorang lesbian. Tapi dari negara lain. Selain itu, faktor orientasi ini, sebenarnya juga bisa tumbuh dalam diri seorang anak karena lingkungan mereka. Setelah mendengar teman saya menyukai cewe saja, saya baru kemudian tahu kalau dia punya dua ibu, dan sudah pasti mereka adalah pasangan. Tidak men-judge, hanya asumsi saja.

Di zaman yang sudah canggih ini, tak mustahil untuk kita menggali ilmu lebih dalam, dan mengerti hal lebih jauh lagi. Jika kalian sudah berusaha untuk menasehati, namun telinga mereka ditutup rapat, sudah, jangan sampai dongkol, dan akhirnya membuat hatimu keras. Memang dunia ini dihuni beragam orang. Tapi jika kalian takut terkena azab (duh, balik berat lagi xD), percayalah kalau Allah Maha Tahu. Dia bisa melihat setitik putih di lautan noda hitam. Jadi jangan takut. Kalau memang mau memberitahu mereka, sampaikan dengan halus dan hati yang lembut, tutur kata yang baik. Jangan merendahkan diri Anda dengan berbuat kasar dan anarki.

Sekian dari saya,

yang ilmunya masih tak seberapa.


Read More

© Life is . . ., AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena