Tanggal 31 Maret 2012 lalu, saya mendapatkan kesempatan mas untuk menyaksikan sebuah kesenian asli negara tercinta kita ini, dengan tanpa biaya, alias GRATIS. :D
namun, bukan gratisnya yang menjadikan saya tertarik, namun karena tugas kuliah *jiaaahhh* juga karena saya ingin menyaksikan langsung, seperti apa sih ludruk itu. Maklum saja, ludruk itu dari Jawa Timur, sedangkan saya asli bin tulen dari Jawa Tengah. hehehe Kalau wayang dan sendratari sih, sering lihat. Wayang orang, dulu sering lihat di TV, kalau wayang kkulit, lihatnya waktu ada kadesa, atau acara peringatan desa. Kaya ulangtahunnya desa gitu deh. Tapi namanya juga anak kecil, yang dilihat pasti jajanannya. *lol Wayangnya cuma jadi selingan aja lah.
Balik ke ludruk. Ludruk ini asli made in Jawa Timur. Tapi, saya tidak membahas tentang sejarahnya di sini, yang lain yang juga menarik. Nah, Ludruk itu terdiri dari beberapa babagan, atau beberapa acara, dimulai dari tari pembuka, tari remo, kidungan, baru deh babag intinya. Malam itu saya menyaksikan drama tentang Sawunggaling. hayooo, siapa tahu? Saya aja baru tahu itu. hahaha. Acara dimulai pukul setengah delapan, dan selesai pukul sebelas. Dari awal dimulai, saya sudah terpukau, saudara-saudara! Ya, emang dasarnya saya ssuka sama kesenian daerah, apalagi tarian yang kostumnya bling-bling gitu.. suka, walaupun pengetahuan saya tentang harta budaya bangsa macam mereka cuma sedikit. ^^v
pada tarian pembukaan, dipersembahkan oleh dua wanita cantik yang berdandan dengan busana yang mempesonanya itu. Sungguh, rasanya jadi pengen ikut nari seperti mereka. u.u
Ini dia gambarnya. Saya waktu itu hampir llupa ngambil, dapat ini di trakhir tarian mereka. Huuu, tapi karena kameraku kurang bagus juga, jadi kualitas gambarnya juga kurang deeeehhh... *gigit hp*. Untuk apa nama tari ini, huaaaaa... saya lupa T,T gak tau lebih tepatnya, dan lupa dengerin waktu MCnya nyebutin. Pokoknya bagus banget deh ini tariannya! Dari awal samapi akhir saya nyimak banget, makanya sampai lupa ambil gambarnya. XD Tapi untung aja sempet ambil yah! Setelah tarian selamat datang ini, tarian yang disuguhkan berikutnya adalah Tari Remo, tarian yang wajib bin kudu harus ada dalam sebuah ludruk. Tanpa ini, bukan ludruk namanya. hihihi. Tari remo lebih menarik lagi, untuk yang baru menyaksikan pertama kali, seperti saya. Eitss, tapi bukan ketinggalan saya namanya kalau baru nontong, karena teman-teman yang domisili asli Surabaya dan Jawa Timur pun banyak yang baru menyaksikan pementasn macam ini. Huuu, padahal ini menarik lho. Tapi ya apa boleh buat, buat kebanyakan remaja sekarang, modern dance, karaoke, DJ, dan break dance, juga yang lainnya itu lebih menarik. Kalau dicuekin gitu, lama-lama bukannya diaku-aku sama negara lain, ntar malah harta kita ini menyerahkan diri dengan sukarela pada mereka yang mau mengakui eksistensi mereka lho. jangan malah diperparah dengan mengagung-agungkan kebudayaan lain. u.u Saya sendiri sebenarnya prihatin, walaupun saya juga seorang penyuka pernak-pernik Jepang dan tertarik dengan kebudayaannya. Tapi, meskipun gitu, kesenian daerah selalu dapat tempat lebih, walaupun saya tidak tahu banyak. Saya bangga walaupun mereka mengatakan bahwa keseniannya sendiri itu ndeso, dan ketinggalan zaman. Kembali ke tari Remo. Tarian ini dibawakan oleh 4 orang pemain yang semuanya adalah waria, ya, waria. carilah sejarah ludruk kalau Anda belum tahu, dan akan Anda temukan bahwa ludruk itu mengakui eksistensi para kaum waria. Bahkan dulu, diantara penonton pun pasti ada waria yang menyaksikan (sumber inet). kemarin saya iseng mencari-cari adakah sosok waria di antara pengunjung yang terbilang banyak itu. Namun sayang, bukannya waria, saya malah menemukan sepasang bule. Bule? ya! Tidak malukah kita? Mereka saja menghargai dan mengapresiasi, tapi kita? Ya, lupakan. Balik lagi aja. ini dia untuk gambar para penari Remo.
Sekali lihat pun Anda pasti tahu bahwa yang menarikan tarian ini bukanlah asli wanita. tapi jangan ketawa dulu! Asal kalian tahu, tarian mereka tak kalah dengan tarian yang dibawakan oleh wanita. gerak mereka yang meskipun didominasi gerakan rancak, tetap terlihat lemah gemulai dan anggun. Mereka tampak memukau dibalik busana yang indah malam itu. Di tengah tengah tarian mereka juga melantunkan sebuah tembang yang lagi-lagi membuat saya terkejut. Bagaimana tidak? Suara mereka mirip dengan suara para sinden! Bayangkan saudara-saudara, waria yang notabene laki-laki itu memiliki suara yang berat, tapi malam itu saya mendengan suara mereka begitu ringa. sampai-sampai saya sempat mengira kalau lipsing dengan sinden yang ada di dekat para penabuh gamelan. Waw!
lalu acara dilanjutkan dengan dagelan yang disebut kidungan. Isinya? wah, gak lepas dari kritik pemerintah. :) Tapi ada satu kidungan yang pasti akan diucapkan, yaitu
pagupon omahe doro
melu nipon soyo sengsoro
artinya adalah:
pagupon rumah burung dara
ikut Nipon (Jepang) tambah sengsara
Kok Nipon? Ya, sebenarnya Ludruk awalnya adalah media propaganda melawan penjajah. Karena itu pula, bahasa yang digunakan Ludruk adalah bahasa yang ringan, menggunakan bahasa tengahan ke bawah, yang tujuannya memang untuk membakar semangat rakyat jelata yang dulu dengan mudahnya ditipu oleh para penjajah. Bahasanya adalah bahasa Jawa Timuran, seperti bahasa Surabayaan menurut saya. Tidak seperti wayang kulit yang ningratan menggunakan bahasa krama inggil yang meruakan bahasa tingkat tinggi dalam kamus bahasa Jawa, dan masih ditambah dengan bahas kawi yang sungguh seperti bahasa dewa. hahaha
Dari awal samapai akhir kidungan, saya selalu tertawa karena gaya merekayang lucu dan benar-benar mampu membuat penontonnya terhanyut. yang dibahass sih sebenarnya hal lazim, tapi kemasan komedinya membuat ini sangat menarik. walaupun sudah malam, saya yang memang belum mengantuk, malah tambah ngga ngantuk karena dagelan ini. Acara berlanjut memasuki acara puncak. Dalam drama sawunggaling ini, tak disentuh sedikitpun oleh wanita. Semua peran wanita yang ada, dimainkan oleh para waria dengan hebatnya! Melihat mereka dan membandingkan tingkah para remaja putri sekarang, banyak yang kalah. Para waria itu bertindak-tanduk sopan, dengan akting yang terkesan alami, bahkan di adegan saat kakek dan nenek sawunggaling, waria yang memerankan nenek sawunggaling itu tampak tunduk patuh dengan suaminya meski sedang menghadapi kekesalan suaminya. Kalau zaman sekarang? Langsung ke pengadilan. Suaminya juga tidak semena-mena dalam ludruk ini. Marah ya marah, lalu sudah. nah sekarang? bahkan panci pun bisa melayang. Benar?
Ada juga salah satu waria yang memerankan istri Sawunggaling, tampak begitu cantik. Tubuhnya tinggi semampai, kulitnya kuning langsat bak gadis jawa pingitan, wajahnya ayu, dan tubuhnya begitu elok. Awalnya saya mengira itu adalah wanita, nyatanya bukan! Ini lho fotonya. tapi ngga jelas. T_T
Yang aku maksud ada di sebelah kiri ini lho, deket tulisan. Cantik yah? hehehe
Acara akhirnya selesai pada pukul sebelas malam, yang ditutup denga adegan Sawunggaling mengucap sumpah bahwa ia tak akan lupa pada rakyatnya meski dia sudah jadi tumenggung Surabaya.
Unutk cerita Sawunggaling, cari sendiri ya~ hehehe
biar kalian juga mau mengenal budaya sendiri.
kalau bukan kita yang peduli, siapa lagi? :)
ada banyak sekali harta yang terpendam karena arus globalisasi, dan akhirnya hanya menjadi sebuah cerita unutk kita, dan derita unutk para pencintanya. sadari hal ini, dan katakan:
I LOVE INDONESIA!
Acara akhirnya selesai pada pukul sebelas malam, yang ditutup denga adegan Sawunggaling mengucap sumpah bahwa ia tak akan lupa pada rakyatnya meski dia sudah jadi tumenggung Surabaya.
Unutk cerita Sawunggaling, cari sendiri ya~ hehehe
biar kalian juga mau mengenal budaya sendiri.
kalau bukan kita yang peduli, siapa lagi? :)
ada banyak sekali harta yang terpendam karena arus globalisasi, dan akhirnya hanya menjadi sebuah cerita unutk kita, dan derita unutk para pencintanya. sadari hal ini, dan katakan:
I LOVE INDONESIA!
0 komentar:
Post a Comment
Budayakan berkomentar yang baik :)